Tuesday, July 22, 2014

[PEMILU 2014] Catatan di Penghujung Pemilu 2014

Joko Widodo: Presiden ke-7 RI terpukau dengan permainan gitar Dewa Budjana
di acara 7 Hari Untuk Kemenangan Rakyat di Salihara, 17 Juli 2014
Ini bukan surat terbuka buat Pak Jokowi. Ini hanya semacam catatan kecil saya mengenai beliau dan Pemilu 2014.

Pemilu 2014 adalah sebuah sejarah baru di Republik Indonesia. Sejarah yang akan selalu dikenang dan diceritakan pada generasi penerus sampai akhir Republik ini. Pemilu 2014 adalah pemilu pertama yang paling bergairah dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Hanya ada dua calon presiden yang berkompetisi tapi justru melibatkan hampir seluruh elemen masyarakat. Tingkat partisipasi masyarakat sangat tinggi, bahkan mereka yang tetep memutuskan golput pun ikutan ribet. Tidak lagi diam dan acuh seperti tahun-tahun sebelumnya. Mereka yang golput pun ikut berpendapat di sosial media atau di media-media lainnya. Kalangan golput yang nyinyir pun jadi lebih sering nyinyir memberi komentar pada masing-masing pendukung kekedua kubu capres.

Yang golput aja aktif, apalagi yang jelas-jelas menjadi pendukung masing-masing capres. Teman-teman saya yang sudah lama diam, sekarang bersuara lantang di sosial media. Menyuarakan dukungannya. Entah dengan menyebarkan link-link berita fitnah atau sekedar memuji calonnya. Semua bergairah. Saking bergairahnya, beberapa pertemanan terpaksa "di-pause" sementara waktu. Saling unfriend di FB, unshare di Path, mute/block/unfollow twitter bahkan menghapus kontak BBM. Satu-satunya sosial media yang membuat mereka tetap berteman adalah Instagram, sepertinya. Terima kasih Instagram.

Berbagai macam berita yang berisikan black campaign dan negative campaign berseliweran di sosial media, di media elektronik dan juga media cetak. Terlalu bergairah. Semua orang tiba-tiba merasa peduli dengan masa depan bangsa ini. Semua orang ingin yang terbaik bagi bangsa ini, semuanya cinta Republik Indonesia. Meskipun dengan saling menjatuhkan mental pendukung capres kompetitor, semua jelas ingin NKRI menjadi lebih baik. Iya, Pemilu 2014 ini sangat penuh gairah. Terlalu bergairah. Seingat saya, saya tidak pernah melihat semangat dan partispiasi dalam politik sebesar ini. Saya bangga berada di masa ini dan menjadi saksi kegegapgempitaannya.

5 Juli 2014: Konser Salam 2 Jari di GBK. Tidak satu pun membawa bendera partai, tidak satu pun datang karena
dibayar. Sebanyak ini datang secara swadaya.

Saya sendiri mendukung Jokowi dalam Pemilu 2014 ini. Buat saya, pilihan untuk pemilu kali ini sebenarnya sangat mudah, karena capres lainnya, Prabowo Subianto, memiliki teman-teman koalisi yang menurut saya bukan gerombolan orang baik yang bisa memimpin negara menjadi lebih baik. Prabowo mungkin adalah pemimpin yang baik tapi yang berdiri di belakangnya di pemerintahan boleh dibilang adalah yang sekumpulan manusia yang terpapar jelas kebusukkannya.

Jokowi adalah sebuah simbol harapan (mungkin kalo seandainya Jokowi tinggal di Planet Krypton, dia berhak memakai simbol Superman di bajunya). Harapan bahwa Indonesia masih memiliki orang baik, orang yang berasal dari kelas menengah bawah, orang yang berlatar belakang bukan keturunan pejabat yang akan membawa Indonesia menjadi lebih baik. Saya selalu ingat cerita di dunia perkantoran bahwa seorang manajer atau direktur yang baik adalah orang yang mengawali karirnya dari posisi yang paling bawah, karena dia pasti tahu persis setiap permasalahan yang terjadi pada tiap level jabatan. Sehingga saat dia menjadi pemimpin di sebuah perusahaan, dia bisa berempati sepenuhnya terhadap karyawan dan paham masalah sesungguhnya perusahaan itu. Seperti itulah harapan saya (dan kebanyakan rakyat Indonesia) pada Joko Widodo. Bahwa dia akan jadi pemimpin yang tidak merasa jumawa, karena dia memang lahir di tengah-tengah kita, tumbuh bersama kita.

Yang saya takutkan, harapan itu terlalu besar. Kamu tahu kan rasanya jika berharap terlalu besar pada sesuatu/ seseorang dan ternyata kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan harapan? Sakitnya disini bung. Iya saya takut seandainya Jokowi tidak sesuai dengan harapan besar para pendukungnya. Akan ada kekecewaan yang teramat sangat besar dan dampak buruknya adalah orang akan berhenti berharap, juga berhenti percaya bahwa masih ada orang baik di negara ini. Sehingga, siapapun nantinya yang akan mencalonkan diri menjadi Presiden di pemilu berikutnya, orang tidak akan lagi antusias, kembali apatis, kembali tidak peduli. Itulah kenapa, menurut saya, Jokowi adalah sebuah pertaruhan harapan yang sangat besar.

Jokowi menulis kata Indonesia di Dinding Mural Salihara. 17 Juli 2014.
Agar tidak kecewa yang terlalu dalam, menjadi tugas kita setelah Pemilu 2014 ini selesai adalah menjadi "lawan" Jokowi lagi. Bukan menjadi musuh, jadi lawan. Yang akan mengeritisi masa kepemerintahannya dia sampai 2019. Cukuplah kita menjadi fanboy Jokowi seusai dia dilantik menjadi Presiden RI ke-7 Oktober mendatang. Jangan lagi memuja-muja layaknya penjilat, tapi kita harus terus mengingatkan dia bahwa Indonesia-lah yang harus dicintai, Indonesia-lah yang harus dibanggakan, Indonesia-lah yang harus diperjuangkan. 

Selamat Pak Joko Widodo. Perjuangan sesungguhnya baru saja dimulai kembali.


Jakarta, 22 Juli 2014.




Labels: , , , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home