Thursday, January 30, 2014

Kapitalisme: Virus Zombie Dalam Dunia Nyata

Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak negara dunia ketiga yang menjadi korban kapitalisme. Terjajah oleh negara-negara pemilik modal.

Salah satu ciri keparahan akibat kapitalisme adalah banyaknya kaum kelas menengah yang konsumtif. Parahnya lagi, seakan terhipnotis dengan pesona kapitalisme dan menikmati siksaan itu. Saya rasa, masyarakat kelas menengah ini mirip penderita sadomasokis.

Iya, sadomasokis. Karena seolah makin bahagia jika tidak memiliki tabungan asal memiliki gaya hidup mewah, produk fashion kelas atas dan gadget mutakhir dari merk terkenal. Bahkan rela berhutang untuk itu semua. Sadomasokis bukan?

Kapitalisme semakin menjadi-jadi dan masyarakat yang konsumtif ini tidak sadar jika diperas habis-habisan oleh pemilik modal. Masyarakat yang hanya mampu menuntut pemerintah bisa memberikan lapangan pekerjaan dan upah minimum yang tinggi adalah masyarakat korban kapitalisme.

Selama kami tidak bisa memproduksi barang/jasa sendiri dan hanya mengandalkan gaji dari kantor sebagai satu-satunya penghasilan (penopang hidup), kami adalah korban kapitalisme. 

Kami disebut korban kapitalisme karena masih jadi buruh serta hobi mengeluh disebabkan perlakuan atasan yang tidak manusiawi, lantas menuntut gaji/upah yang sangat tinggi. Ya, kami korban kapitalisme.

Salah satu ciri korban kapitalisme yang lain adalah membeli produk/jasa dengan harga yang sangat mahal hanya karena terpukau oleh kemasan atau sekedar ingin terlihat bergengsi.

Contoh: Banyak sekali gadget yang ada di pasaran tapi kebanyakan membeli produk-produk karena merknya terkenal dan harganya mahal. Padahal jika mau memahami apa kebutuhannya, dia bisa membeli merk lain yang harganya lebih murah. Membeli produk dengan merk terntentu karena gengsi, bukan karena kebutuhan. Malah beberapa sebenarnya tidak tahu apa kebutuhannya, yang penting beli.

Contoh lain lagi: Banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya yang dibawah 5 tahun di sekolah yang biayanya bisa mencapai 100 juta/semester. Buat apa? Apakah sudah terbukti dengan valid, mereka yang bersekolah di sekolah mahal itu lebih pintar dan cerdas dibanding mereka yang bersekolah di sekolah yang jauh lebih murah biayanya? 

Ingat kasus asusila anak SMP 4 Jakarta? Mereka adalah produk dari pre-school modern yang biayanya sangat mahal. Hasilnya ya mesum juga. Sama sekali tidak menjamin apapun sekolah-sekolah mahal itu. Tapi banyak orang tua yang sudah cukup malas mendidik anaknya sendiri lantas menyekolahkan di sekolah mahal yang mereka pikir bisa memberikan pendidikan yang berkualitas. Orang tua-orang tua muda ini lah yang menjadi sasaran empuk para pemilik modal. Dengan kalimat-kalimat cerdas dan didukung dengan penelitian-penelitian yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan pemilik modal, banyak yang terbujuk. Semua tokoh penemu, ilmuwan dan tokoh besar dunia tidak ada yang bersekolah sebelum usia 4 tahun apalagi di sekolah yang sangat mahal. 

Mau tau contoh lain? Banyak. Tapi salah satu cara gampang mengetahui produk kapitalisme adalah jika produk barang/jasa itu berharga mahal dengan nilai manfaat yang sebenarnya bisa didapat dari barang/jasa yang berharga murah, tapi kami lebih memilih yang mahal, yang kami beli adalah produk kapitalisme. Pasti.

 Kapitalisme mengusung konsep "Buatlah produk yang biasa saja, propagandakan bahwa produk tersebut memiliki NILAI LEBIH lalu jual dengan HARGA MAHAL." Kapitalisme juga membuat kami merasa "Gue butuh barang ini nih" padahal sebelum barang itu diproduksi, kami bisa menjalani hidup dengan baik-baik saja.

Kami semua dibohongi dan kami pasrah. Kami bekerja mati-matian, malah beberapa ada yang korupsi di kantornya demi menjadi korban kapitalisme. Kami yang terjebak dalam sistem kapitalisme ini adalah kaum sadomasokis. Memilih "menderita" demi jadi korban.

Yang terlebih parah dari menjadi korban kapitalisme adalah kami sudah kehilangan kebanggaan sebagai warga negara Indonesia. Kehilangan kebanggaan bertanah air dan bertumpah darah Indonesia. Kami lebih suka menjadi turis di negara kami sendiri.

Saya juga korban kapitalisme. Saya menyadari ini tapi saya seperti orang yang sudah tergigit zombie tapi masih belum menjadi zombie. Saya menulis ini agar manusia-manusia lain yang belum tergigit, bisa lebih berhati-hati.

- Jakarta, 30 Januari 2014 -



0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home